PADANG, HARIANHALUAN.ID — Pemerintah daerah diminta bertanggung jawab penuh kepada puluhan ribu masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) yang terkena penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) akibat dampak kabut asap. Tak hanya membagikan masker semata, namun pemerintah mesti menyediakan layanan kesehatan gratis dan memadai bagi masyarakat terdampak.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menegaskan langkah itu mesti segera dilakukan pemerintah daerah mengingat menghirup udara bersih, sehat, dan bebas polusi, adalah hak esensial dasar masyarakat yang mesti dijamin negara dan pemerintah.
“Negara mesti bertanggung jawab. Sebab Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) telah menjadi peristiwa musiman ini, terjadi karena kelalaian negara dalam mengawasi para pelaku usaha yang merusak lingkungan, “ ujar Direktur LBH Padang, Indira Suryani, kepada Haluan Selasa (10/10).
Menurut Indira, setiap kali terjadi kabut asap dampak kebakaran hutan dan lahan, pemerintah hampir selalu cenderung menyalahkan faktor cuaca dan kondisi alam. Padahal faktanya, kabut asap terjadi karena kegagalan pemerintah dalam mengawasi serta mengendalikan aktivitas aktivitas industri ekstraktif perkebunan sawit.
“Khususnya di perkebunan sawit di lahan gambut yang kerap kali terbakar. Akibatnya masyarakat menderita dan menjadi korban atas kerakusan dan ketamakan para pengusaha industri ekstraktif yang merusak lingkungan, “ jelasnya.
Mengingat bencana kabut asap musiman di Sumbar saat ini telah mengakibatkan 23, 538 orang masyarakat mengidap ISPA dan 1.521 orang balita lainnya terjangkit Pneumonia atau radang paru, pemerintah daerah setempat sudah semestinya mengambil langkah strategis dan taktis.
Terutama dalam melindungi masyarakat kelompok rentan seperti bayi, anak-anak, balita dan ibu hamil dari paparan kabut asap yang berpotensi membahayakan masa depan dan kesehatan jangka panjang mereka. “Negara harus hadir dan memastikan kesehatan masyarakat tetap terlindungi di tengah kabut asap yang makin tebal. Negara juga mesti bertanggung jawab agar kabut asap ini tidak terus menjadi bencana tahunan,” kata dia.
Indira menegaskan, bencana kabut asap akan selalu menjadi bencana musiman apabila negara dan aparaturnya tidak punya komitmen yang kuat terhadap aspek pengawasan dan penegakan hukum bagi pihak-pihak yang terbukti melakukan kejahatan lingkungan.
“Karena kelalaian ini, pemerintah harus bertanggung jawab penuh atas terganggunya hak kesehatan masyarakat akibat terjadinya kebakaran hutan dan lahan,” ujarnya.
Di sisi lain, pemerintah pusat diminta serius dalam mengatasi Karhutla serta dampaknya yang telah mengganggu terhadap kesehatan serta aktivitas ekonomi masyarakat.
Ketua DPRD Sumbar, Supardi, saat diwawancarai di Padang Selasa (10/10) mengatakan, dalam penanganan kabut asap yang sebagai dampak atas adanya karhutla, pemerintah pusat hendaknya bisa lebih bersikap pro aktif. Hal ini mengingat persoalan yang ada terkait erat dengan nasib kesehatan jutaan masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di wilayah Sumatera.
Dikatakannya, melihat pada sumber karhutla yang terjadi beberapa waktu belakangan, asalnya adalah dari Sumatera Selatan, Riau dan juga Jambi. Provinsi- provinsi yang ada itu tentu punya keterbatasan dalam penanganannya. Sehingga diharapkan pemerintah pusat bisa lebih pro aktif mengeluarkan kebijakan untuk penanganan. Sebab, kata dia, dalam permasalahan ini pemerintah pusat lah yang memiliki kewenangan penuh, dan juga kelengkapan kebijakan otoritas yang penuh.
“Selain menyangkut kesehatan masyarakat, ini pastinya mengganggu aktivitas ekonomi di masyarakat, jadi sudah ga bisa dibiarkan. Sampai hari ini kita sendiri belum mendapatkan gambaran seperti apa sesungguhnya kebijakan penanganan kabut asap ini oleh pemerintah pusat, ” ucap Supardi.
Politisi Gerindra itu menambahkan, selain harus ada kebijakan jelas dari pusat, Mabes Polri hendaknya juga serius melakukan penyelidikan soal apa yang menjadi penyebab dari karhutla itu sendiri.
“Kenapa kok bisa sering rutin terjadi, apakah karena didalamnya ada kepentingan pengusaha, atau memang karena human error. Hal itu tentu harus dijelaskan, karena ini akan berpengaruh betul terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah Sumatera,” tukasnya. (h/len/fzi)














