Isril Berd menekankan, perlu aksi nyata, komitmen, perhatian serius, serta tentu saja biaya untuk menyelamatkan daerah hulu DAS Kampar dari ancaman kerusakan lingkungan yang berpotensi semakin parah dan membuat PLTA Koto Panjang kekurangan suplai air penggerak tiga turbin penghasil listrik yang dimilikinya.
“Aksi penyelamatan bisa berupa reboisasi, normalisasi sungai, pembangunan dinding tebing rawan longsor, dan sebagainya. PLN Koto Panjang selaku pihak yang akan terdampak langsung dari kerusakan lingkungan DAS Kampar mesti segera melakukan aksi nyata untuk memulihkan kawasan itu,” pungkasnya.
Hal senada juga disebutkan, Dewan Pakar Pengurus Pusat (PP) Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia (MKTI), Prof Bujang Rusman, isu krisis dan defisit air yang terjadi di empat PLTA di Sumbar merupakan isu klasik yang selalu menghantui Sumbar dan provinsi tetangga setiap kali memasuki musim kemarau panjang.
Namun sayangnya, isu krisis air penggerak turbin PLTA yang dipicu kerusakan lingkungan di bagian hulu sejumlah DAS besar di Sumbar itu sampai saat ini tidak pernah dijadikan perhatian serius oleh pemerintah daerah.
“Isu defisit air PLTA sebenarnya adalah isu klasik. Selama ini pemerintah tidak peduli dan hanya baru akan ribut jika defisit air sudah terjadi dan menyebabkan terjadinya pemadaman listrik bergilir setiap kali terjadi musim kemarau panjang,” ujarnya kepada Haluan Kamis (26/10).
Menurut Bujang Rusman, solusi jangka panjang untuk mengatasi krisis atau defisit air di empat PLTA yang ada di Sumbar dengan memulihkan ekosistem lingkungan di daerah hulu DAS.














