PADANG, HARIANHALUAN.ID — Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Sumatera Barat, mengungkapkan fakta mengejutkan perihal tidak pernah adanya kontribusi dana sedikitpun yang diberikan PT PLN Persero selaku BUMN pengelola PLTA Koto Panjang kepada Pemprov Sumbar bagi pemulihan hulu DAS Kampar yang berpengaruh besar terhadap siklus hidrologi dan ketersediaan supply air yang akan memutar turbin listrik milik mereka.
Ketua Forum DAS Sumbar, Prof Isril Berd, mengungkapkan, Sumbar selama ini ternyata tidak pernah mendapatkan sepeserpun dana Imbal Jasa Lingkungan (IJL) dari PLN selaku BUMN pengelola PLTA Koto Panjang yang supply airnya berasal dari hulu DAS Kampar yang berada di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Pasaman.
Padahal, dana itu bisa digunakan untuk melaksanakan program dan aksi nyata penyelamatan dan pemulihan kondisi hulu DAS Kampar yang sejauh ini telah mengalami kerusakan dan alih fungsi lahan secara masif.
“Sumbar tidak menerima dana IJL dari PLN. Dana itu selama ini ada, tapi hanya jatuh dan dinikmati Provinsi Riau. Hal ini karena ada aturan yang mengatakan bahwa dana itu dibayarkan dimana air itu berada,” ujarnya kepada Haluan Rabu (1/10).
Dengan adanya kondisi itu, sebut dia, Forum DAS Sumbar yang telah mendapatkan restu dari Pemprov Sumbar, telah menjadwalkan pertemuan dengan pihak PT PLN Persero Regional Sumatera yang berkantor di Pekanbaru.
Pada pertemuan itu, salah satu poin penting yang akan dibahas, adalah soal dana IJL dan kewajiban PLN selaku pengelola PLTA Koto Panjang untuk ikut berkontribusi dalam upaya penyelamatan hulu DAS Kampar yang saat ini telah mengalami kerusakan parah akibat terjadinya deforestasi dan alih fungsi lahan.
“Jika kondisi ini dibiarkan, ini akan mempengaruhi air permukaan dan air resapan di Hulu DAS Kampar yang akan menyuplai air dari Pasaman dan Kabupaten Limapuluh Kota yang akan menggerakkan turbin yang ada di waduk PLTA Koto Panjang,” katanya.
Ia menuturkan, apabila ketinggian permukaan air di PLTA Koto Panjang tidak sampai 70 meter, maka turbin-turbin pembangkit listrik tidak akan bisa bergerak. Karena untuk bisa beroperasi dengan normal, ketinggian air permukaan waduk minimal 80 meter.
“Jika tiga turbin itu tidak bisa digerakkan maka, produksi listrik yang akan menerangi Sumbar-Riau akan terganggu . Krisis air dan energi listrik ini mesti kita sikapi dengan cara menyelamatkan hulu DAS Kampar,” ungkapnya.
Lanjut ia sampaikan, forum DAS Sumbar saat ini sedang berfokus untuk mengejar dana Imbal Jasa Lingkungan atau IJL bagi Sumbar yang dalam ketentuannya wajib dibayarkan oleh setiap perusahaan yang menerima manfaat dari ketersediaan sumber daya air.
“Imbal Jasa Lingkungan bisa digunakan untuk memulihkan lahan hulu DAS Kampar. Sesuai aturan, setiap perusahaan yang menikmati dan mengeksploitasi sumber daya air wajib membayarkan IJL atau Payment Environmental System (PES) bagi pemulihan lingkungan. Termasuk oleh PLN di PLTA Koto Panjang,” ujarnya.
Menurut Isril Berd, kesadaran untuk menjalankan program IJL bagi pemulihan lingkungan, sejauh ini baru terlihat dilakukan oleh PLTA Cisadane di Jawa Barat. Sementara di PLTA-PLTA lainnya di seluruh Indonesia maupun Sumbar, langkah ini masih belum terlihat dijalankan.
“Dengan pertemuan nanti, kita berharap agar kewajiban pembayaran IJL oleh PLTA-PLTA yang ada di Sumbar maupun Indonesia benar-benar diaktualisasikan secara nyata sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebab kerusakan lingkungan di hulu DAS, akan berpengaruh terhadap supply air dan produksi listrik di PLTA,” tuturnya. (h/fzi}














