HARIANHALUAN.ID – Dua dari enam terdakwa kasus dugaan korupsi penyediaan benih atau bibit ternak dan hijauan pakan ternak di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumatera Barat (Sumbar) tahun anggaran 2021, kembali menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Padang, Jumat (3/11).
Kedua terdakwa yaitu Darmayanti dan Fandi Ahmad Putra, tampak didampingi Penasihat Hukum (PH), sore kemarin.
Pada sidang tersebut, PH terdakwa mengajukan nota keberatan terhadap dakwaan penuntut umum (eksepsi) setebal 22 halaman.
Dalam eksepsinya disebutkan, tindak lanjut dari hasil pemeriksaan dari inspektorat Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) momor 13/INSPT-KH/IV-2022 tanggal 26 April 2022.
“Terdakwa Darmayanti dan Fandi Ahmad Putra telah dijatuhkan sanksi hukuman disiplin penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun berdasarkan SK Provinsi Sumbar nomor 862/6380/BKD-2022 tanggal 7 Desember 2022,” kata PH terdakwa Dr.Suharizal, S.H., MH, CMED, CLA, Setrianis, S.HI, MH dan Kartika Ratna, SH, Jumat (3/11).
Lebih lanjut dijelaskan, karena audit terhadap kegiatan penyediaan benih atau bibit ternak dan hijauan pakan ternak yang sumbernya dari daerah propinsi lain pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Sumatera Barat TA. 2021, bukan dilakukan oleh pihak yang memiliki kewenangan untuk melakukan perhitungan.
“Seharusnya BPK, BPKP atau Inspektorat. Maka temuan kerugian keuangan negara yang hanya berdasarkan, pada perhitungan yang dilakukan oleh penyidik sendiri dan dituangkan dalam keputusan kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar, tanggal 3 Juli 2023 yang dijadikan dasar dakwaan, tidak memiliki kekuatan hukum sebagai alat bukti,” sebutnya.
Ditambahkannya, lembaga atau institusi yang tidak berwenang dalam perhitungan kerugian negara, sehingga surat dakwaan penuntut umum dalam
Perkara a-quo adalah bentuk dakwaan yang tidak jelas dan kabur, serta tidak berkesesuaian dengan kehendak dari Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP yang menghendaki uraian dakwaan disusun secara cermat, jelas dan lengkap.
PH terdakwa menjelaskan, pada eksepsinya, untuk menentukan seseorang sebagai tersangka, dan dilanjutkan ke tingkat penuntutan, haruslah terlebih dahulu ditemukan bukti-bukti yang sah dan lengkap.
“Yang merupakan peristiwa tindak pidana, pengumpulan bukti-bukti tersebut agar tindak pidana yang terjadi terang dan jelas atau in criminalibus probationes debent esse luce clariores, guna menemukan tersangkanya. Untuk itu, dalam menetapkan Darmayanti dan Fandi Ahmad Putra sebagai tersangka, penyidik haruslah melakukan penyelidikan dan penyidikan berdasar pada KUHAP,” jelasnya.
PH terdakwa meminta kepada majelis hakim, menyatakan dakwaan penuntut umum dalam surat dakwaan nomor
REG. PERK: PDS-03/Ft.1/Padang/10/2023 tanggal 19 Oktober 2023 terhadap terdakwa Darmayanti dan surat dakwaan penuntut umum nomor REG. PERK: PDS-04/Pdg/10/2023 tanggal 19
Oktober 2023, atas nama terdakwa Fandi Ahmad Putra batal demi hukum atau setidak-tidaknya menyatakan bahwa
dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima.
“Menetapkan terdakwa Darmayanti dan Fandi Ahmad Putra tidak dapat diperiksa dan diadili berdasarkan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang cacat hukum,” imbuhnya.
Sidang yang ketua oleh Dedi Kuswara didampingi oleh Emria Fitriani dan Tumpak Tinambunan masing-masing selaku hakim ad-hoc Tipikor, melanjutkan sidang pada 6 November 2023.
Pada berita sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) telah menahan 6 orang tersangka dalam kasus tersebut.
Seperti diketahui, usai penetapan tersangka ini, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumbar, Asnawi menilai kasus pengadaan sapi ini memang telah melanggar ketentuan, karena sapi yang mereka beli bukan sapi dari luar, tapi sapi lokal.
“Ini proyek gagal. Karena kenyataannya mereka tidak melakukan pengadaan sapi dari luar, tapi sapi lokal. Seharusnya proyek ini bisa memperbanyak populasi ternak,” ujar Asnawi.
Selain itu, kata kajati, pada kasus ini juga ditemukan dugaan mark-up atau penggelembungan dana dalam pengadaan sapi tersebut.
“Karena mereka tidak bisa memenuhi sapi bunting dari luar Sumbar, maka mereka menyediakan sapi yang lebuh besar dengan menaikkan harga sapi. Akibat penggelembungan dana ini, kerugian negara ditaksir mencapai Rp7,36 miliar,” ucapnya.
Seperti diketahui, perkara tersebut menjadi atensi Kajati Sumbar, dan telah mengeluarkan surat perintah penyelidikan tertanggal 25 Maret 2022 dengan nomor surat print04/L.3/Fd.1/03.2022 serta sehubungan surat perintah penyidikan dengan No print-12/L.3/Fd.1/07/2022 tanggal 6 Juli 2022. (h/win)














