PADANG, HARIANHALUAN.ID — Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago menilai, tidak ada garansi bahwa kandidat Calon Legislatif (Caleg) Incumbent atau petahana akan bisa menang mudah atas pesaingnya para caleg penantang baru pada Pemilu 2024 mendatang.
Menurut Arifki, untuk bisa terpilih pada kontestasi Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 mendatang, caleg incumbent dan penantang baru, memiliki tantangan yang berbeda-beda dalam upaya menggalang dukungan serta meyakinkan massa pemilih atau konstituen di daerah pemilihan masing-masing.
“Caleg incumbent minimal harus mampu menunjukkan bahwa dirinya telah berhasil merealisasikan janji-janji kampanye serta harapan masyarakat yang dititipkan kepada dirinya pada Pileg lalu,” ujarnya kepada Haluan Minggu (5/11).
Menurut Arifki, masyarakat pemilih akan memiliki penilaian tersendiri bagi Caleg Petahana yang memiliki sejarah menang dan berhasil pernah menduduki kursi anggota dewan pada Pileg sebelumnya. Penilaian tersebut, meliputi kinerja serta sejauh mana sang caleg petahana telah berupaya dan berjuang memanfaatkan jabatan lima tahunan nya untuk bekerja bagi kepentingan masyarakat luas.
Uniknya, bagi masyarakat pemilih di Sumbar, mereka juga akan membandingkan dan menjadikan sikap dan attitude sang caleg petahana setelah dan sebelum berhasil menduduki kursi anggota legislatif sebagai pertimbangan utama menjatuhkan pilihan.
“Hal yang paling berisiko bagi caleg petahana, terutama di Minang, adalah faktor arogansi. Dalam artian masyarakat akan membandingkan sikap sang calon setelah dan sebelum terpilih sebagai anggota dewan. Misalnya saja, setelah menjadi anggota dewan, ia ternyata tidak pernah lagi membuka kaca pintu mobilnya saat bertemu dengan masyarakat,” terangnya.
Sementara bagi caleg penantang baru, lanjut Arifki, peluang keterpilihan mereka akan sangat bergantung kepada seberapa kuat jejaring dan modal sosial politik yang telah mereka bangun selama ini.
Masyarakat pemilih, cenderung akan menyukai kandidat caleg penantang baru yang dinilai memiliki kepedulian dan keberpihakan nyata kepada mereka ketika masih belum berstatus sebagai caleg. “Makanya, perbuatan kecil seperti membantu masyarakat secara sukarela dalam pengurusan KTP atau sebagainya tanpa imbalan di masa kampanye, akan sangat berpengaruh terhadap potensi keterpilihan mereka,” ungkapnya.
Pengamat politik nasional yang juga merupakan putra asli Kabupaten Limapuluh Kota ini menambahkan, sang caleg penantang baru juga mesti pintar-pintar membaca peta kekuatan lawan dan mengenali potensi kemenangan dirinya.
Kemampuan itu, juga perlu didukung oleh kepiawaian mereka untuk memaksimalkan keterbatasan modal finansial dan energi politik yang dimilikinya dibandingkan dengan caleg petahana yang jelas-jelas sudah unggul secara modal politik maupun modal finansial.
“Caleg penantang juga mesti mampu memaksimalkan kampanye kreatif. Ketika sang penantang tidak punya modal yang kuat, mereka mesti mampu menggunakan kampanye yang efektif demi menghemat budget tanpa melakukan kampanye hitam atau menjelek-jelekan kandidat petahana,” ungkapnya.
Bagi caleg pendatang baru, lanjut Arifki, mereka juga harus bisa membaca kelemahan-kelemahan caleg petahana di Dapil masing-masing. Mereka harus bisa mengkonversi kelemahan dan kekecewaan masyarakat pemilih terhadap kandidat petahana.
“Mereka harus memanfaatkan kelemahan petahana itu sebagai ruang menggelorakan harapan baru. Sebaiknya pesan-pesan simbolik ini dikemas sedemikian rupa agar jangan sampai menjelek-jelekan petahana. Penantang harus bisa menghitung berapa orang yang sudah dikecewakan oleh kandidat petahana,” ujarnya lagi.
Lemah Pemetaan Potensi Suara
Arifki menegaskan, kemampuan tim sukses caleg untuk melakukan pemetaan suara dukungan potensial di suatu Dapil atau medan pertempuran politik, juga akan mempengaruhi peluang kemenangan kandidat caleg yang akan berlaga.
“Makanya konsultan politik itu penting. Banyak caleg pendatang baru di Sumbar yang tumbang gara-gara salah pemetaan. Sebab, ia bertindak sebagai caleg juga sekaligus konsultan. Padahal mapping ini mesti dilakukan oleh orang yang punya kacamata berbeda dari peserta pemilu,” terangnya.
Atas dasar itu, menurut Arifki, apabila sang caleg tidak punya basis massa, modal sosial dan ketokohan yang kuat, menggunakan konsultan politik adalah langkah yang paling tepat dan aman,
Sebab tidak jarang, keengganan mereka untuk menggunakan konsultan politik demi menghemat modal pemenangan ini, malah akan melahirkan spekulasi-spekulasi yang bersifat klaim politik sepihak tanpa dasar yang berbeda dari kenyataan yang sebenarnya.
“Makanya Caleg penantang harus bisa memetakan mana yang kerjaan dia, tim sukses dan konsultan . Ini semua harus clear. Caleg tidak boleh terlalu terjebak dalam hal teknis yang akan menguras banyak energi. Di Sumbar, caleg yang bertindak sekaligus sebagai konsultan ini sangat banyak, makanya caleg pendatang baru sering mengalami kekalahan karena salah pemetaan,” pungkasnya. (h/fzi)














