PADANG, HARIANHALUAN.ID — Tiga dari lima Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar berdasarkan tahun buku 2022 masih berada dalam keadaan merugi. Sementara dua BUMD lainnya telah mampu memberikan kontribusi untuk pendapatan daerah.
Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi dalam rapat paripurna di DPRD Sumbar baru-baru ini mengatakan, dua BUMD milik Pemprov yang pada tahun 2023 sekarang sudah mampu memberikan kontribusi untuk pendapatan daerah adalah PT Bank Nagari, dan PT Jamkrida Sumbar.
Adapun untuk PT Balairung, PT Grafika Jaya Sumbar, dan PT Sijunjung Sumbar Energi berdasarkan tahun buku 2022 masih merugi, dengan kondisi dan permasalahan yang berbeda-beda.
Terkait PT Balairung, ia menuturkan, biaya pemeliharaan dan biaya akumulasi penyusutan yang besar telah membuat perusahaan ini tiap tahun mengalami kerugian. Namun jika dilihat dari sisi kinerja dari tahun ke tahun, kinerja manajemen telah cukup baik. Hal ini ditunjukan dari tingkat okupansi yang di atas 50 persen, dan nilai laba kotor yang besar.
“Namun hal ini menjadi tidak bagus ketika perusahaan harus memperhitungkan biaya akumulasi penyusutan yang membuat pendapatan perusahaan jadi minus,” katanya.
Menyikapi kondisi tersebut, terang Mahyeldi, pada tahun 2023 sekarang pihak manajemen telah berupaya bekerjasama dengan pihak-pihak lain dengan bidang usaha yang dapat disinergikan dengan pengelolaan PT Balairung.
Kemudian manajemen juga akan melakukan pelaksanaan beuty contest dalam rangka menunjuk pihak ketiga yang kompeten untuk pengoperasian hotel pada masa yang akan datang, sebagai upaya mendorong peningkatan pendapatan.
Sementara itu, untuk PT Grafika Jaya Sumbar pemerintah daerah sudah melakukan proses restrukturisasi perusahaan dan menggabungkan anak perusahaan yang dimiliki Grafika menjadi unit pada perusahaan induknya. Serta melakukan perombakan pada sisi manajemen.
Kemudian Grafika juga sedang mencoba fokus pada bisnis utama, yaitu percetakan. Dari upaya yang dilakukan tingkat kerugian telah berhasil diturunkan. Dimana rinciannya, tahun 2021 Rp622.712.932, tahun 2022 Rp468.587.932, dan tahun 2023 triwulan II, Rp5.636.430.
“Berdasarkan kondisi tersebut, kami optimis pada akhir tahun 2023 PT Grafika dapat menghasilkan deviden bagi daerah,”ucap Mahyeldi.
Lebih lanjut tentang PT Sijunjung Sumbar Energi, ia mengatakan perusahaan ini merupakan bentukan bersama antara Pemprov Sumbar dengan Pemerintah Kabupaten Sijunjung yang ditujukan untuk pengelolaan Blok Sinamar South West Sumatera oleh PT Rizki Bukit Barisan (RBB).
“Adapun permasalahannya, kondisi saat ini PT RBB belum beroperasional karena mereka belum mendapatkan pembeli dari hasil gas alam yang akan diproduksi,”tukasnya.
Mengenai PT Sijunjung Sumbar Energi, BUMD ini didirikan pada 2019 lalu, dengan komposisi kepemilikan saham 51 persen Pemprov Sumatera Barat, dan 49 persen milik Pemkab Sijunjung.
Sebelumnya, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sumbar, Hidayat menegaskan, perlu kebijakan yang jelas dalam penanganan BUMD milik Pemprov, terutama yang belum mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan PAD, atau yang kontribusinya tidak sebanding dengan penyertaan modal.
“Menurut hemat Fraksi Gerindra perlu kebijakan yang jelas terhadap keberlanjutan BUMD tersebut, apakah diserahkan pengelolaannya ke pihak ketiga atau dilikuidasi saja,” ujar Hidayat.
Sementara itu, Ketua Fraksi PDI Perjuangan dan PKB DPRD Sumbar, Albert Hendra Lukman meminta, terhadap BUMD yang tidak mampu memberikan kontribusi pada pendapatan daerah sebagaimana dari tujuan terbentuknya, fraksi tersebut meminta agar dilakukan evaluasi dan koreksi, dalam usaha meningkatkan penghasilan yang bertujuan meningkatkan pendapatan daerah.
Pengamat: Alihkan Saja ke Swasta
Pengamat Ekonomi yang juga merupakan Analis Senior Indonesia Strategic and Economics Action Institution, Ronny P Sasmita, mengomentari terkait masih adanya tiga BUMD Provinsi Sumbar yang masih merugi dan belum menyumbang dividen apapun ke daerah.
“BUMD yang merugi secara bisnis dan tidak mengemban tugas publik sebaiknya ditutup atau dialihkan kepemilikannya ke pihak swasta,” ujarnya saat dihubungi Haluan, Jumat (10/11).
Menurutnya, kerugian BUMD masih bisa ditoleransi jika BUMD tersebut mengemban tugas publik. Misalnya, bergerak di bidang kesehatan, transportasi publik, pendidikan, pengelola kawasan vital untuk ketertiban umum atau public interest lainya.
Tapi BUMD yang sedari awal diniatkan untuk kegiatan komersial, maka sebaiknya tidak boleh ditoleransi merugi dalam waktu yang lama atau mengalami kerugian yang tidak selayaknya.
“Artinya, jika BUMD tersebut kalah bersaing dengan swasta, maka ke depannya berpeluang akan terus kalah bersaing. Jadi sebaiknya dialihkan kepemilikannya atau dijual atau ditutup sekali. Buat apa dipelihara, diamanatkan untuk mendapat untung malah merugi, berarti memang tak layak,” ujarnya.
Jadi BUMD yang bergerak di bidang perhotelan, perdagangan umum, dan sejenisnya, kalau tak bisa untung, sebaiknya dijual atau ditutup. Tidak ada gunanya dipelihara memakai anggaran daerah, hanya menjadi beban dan benalu APBD. (h/yes/ len)














