“Perjuangan dalam pendirian Kota Pariaman itu panjang sebenarnya. Tapi yang paling aktif itu pada tahun 2000, yang ikut berjuang ada dari mahasiswa serta berbagai LSM. Saya yang mulanya aktif di Padang, diminta untuk terjun dan perjuangan kami waktu itu cukup berat karena ada penolakan dari pihak kabupaten,” kata perempuan kelahiran 7 Januari 1970 itu.
Ia melanjutkan, selama perjuangan pendirian Kota Tabuik, sempat terjadi aksi besar-besaran di Lapangan Merdeka. Mereka yang ikut berdemo nekat berkemah di lapangan tersebut kurang lebih tujuh hari tujuh malam. Berkat perjuangan banyak orang itulah, Kota Pariaman dapat berdiri sebagai wilayah otonom sampai saat ini.
Ada banyak hal yang telah dilalui Fitri Nora sebagai aktivis, bahkan sampai saat ini ia mengaku masih aktif memperjuangkan kepentingan masyarakat di Kota Pariaman. Dia pun menceritakan awal mula langkah kakinya masuk dalam dunia politik.
Pada tahun 2009, ibu empat anak tersebut memantapkan diri ikut dalam kontestasi pemilihan legislatif yang diusungkan Partai Gerindra. Fitri Nora mengatakan, pilihan itu ia ambil berdasarkan saran dan masukan teman-temannya di LSM.
“Jadi, tahun 2008 itu kawan-kawan berpikir kayak gini, Non—nama panggilan akrab saya dari kawan di NGO—kayaknya kita perlu ada kekuasaan, dalam tanda kutip posisi yang bisa menguatkan kegiatan kita sehari-hari ini, gerakan kita di LSM. Jadi saya didorong untuk masuk partai tahun 2009,” katanya bercerita,
Usai memberanikan diri mencalon dalam pemilihan legislatif, sayangnya Fitri Nora kala itu belum berhasil mendapatkan kursi. Ia mengaku, suara yang didapatkan dari daerah pemilihannya cukup banyak tapi tidak cukup untuk memenangkan satu buah kursi anggota dewan.














