“Ada hal yang perlu saya kuatkan, yaitu masalah UMKM di Kota Pariaman. Dulu sewaktu pendirian kota tahun 2002, salah satu cita-cita kota kita itu adalah mempunyai trading house pusat UMKM di Kota Pariaman dan itu sampai sekarang belum tercapai. Kemarin ada Covid-19 kan, dana kita banyak kekurangan. Jadi, saya berharap janji tersebut bisa terlaksana,” katanya.
Mengenang masa kecilnya, ternyata ada alasan yang menguatkan Fitri Nora menjadi seorang aktivis di LSM dan anggota dewan. Keinginannya yang kuat membantu orang-orang dalam menyelesaikan masalah berawal dari kesehariannya semasa anak-anak.
Fitri Nora mengaku sering diajak oleh sang ayah untuk terjun langsung ke masyarakat. Ayahnya adalah seorang ASN yang pernah menjabat camat hingga kepala dinas. Kemudian, ibunya adalah seorang bidan yang terkenal pada masanya.
“Dulu masa sekolah saya aktif di Pramuka dan kegiatan seni. Tetapi, saya sebenarnya terbentuk dari orang tua. Saya sering menemani ayah saya ke daerah-daerah karena itu saya senang berinteraksi. Saya dilahirkan di keluarga yang memang biasa bemasyarakat. Sementara ibu saya adalah seorang bidan,” tuturnya.
Latar belakang ibunya sebagai bidan membuat ia paham pentingnya menolong orang-orang yang butuh bantuan. “Nilai-nilai seperti perhatian dan empati itu sudah muncul sejak kecil, itulah yang mendorong saya untuk bergabung di LSM dan politik,” ujarnya.
“Ketika ada orang yang mengalami masalah dan saya bisa menyelesaikan masalah itu seperti sebuah kebahagiaan, sebuah kelegaan, suatu hal yang membuat saya merasa, oh ternyata berguna bagi orang lain itu sangat membahagiakan. Saya ingat pesan kedua orang tua dan ajaran agama bahwa manusia yang baik itu adalah manusia yang berguna bagi manusia dan makhluk lainnya,” sambungnya.














