Ia menjelaskan, penyimpangan sebesar Rp5 miliar di Bapenda tersebut juga baru secara global dikuak. Apakah penyimpangan tersebut berasal dari pajak daerah, pajak kendaraan, pajak restoran atau pajak lainnya, kata Farouk, ini belum jelas juga.
“Apakah nilai tersebut di dalamnya ada pelanggaran administrasi atau ada pidananya, belum bisa juga dibuktikan pada waktu itu. Maka dari itu, kasus di Bapenda Sumbar tersebut prosesnya kami hentikan saat itu,” katanya.
Farouk menyebutkan, apakah di Bapenda tersebut penyimpangannya Rp5 miliar itu sama atau tidak, silakan dibuktikan dulu. Jika memang ternyata ditemukan, pelanggaran administrasi atau ada pidananya, maka biarkan pihak mereka dulu yang menentukan sikap.
“Apakah mereka mau memberikan kepada kita atau mereka selesaikan sendiri. Jadi saat ini kami pasif menunggu apa langkah-langkah dari inspektorat ke depan,” tutupnya.
Sebelumnya, Kasus pungli dan upeti paksa senilai Rp5 miliar yang diduga dilakukan pejabat Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Sumatera Barat, makin berkembang. Sumber dana yang disetor, tidak hanya berasal dari uang insentif upah pungut, tapi juga dari sejumlah pegawai UPTD Samsat yang dijanjikan mau dipromosikan.
Hasil penelusuran Tim Haluan, setidaknya ada tiga pegawai UPTD setingkat kepala seksi di tiga daerah kota dan kabupaten yang sudah menyetor kepada pejabat Bapenda. Nilai setorannya ada yang Rp50 juta, ada pula yang Rp100 juta. Penyerahannya ada yang langsung kepada pejabat teras Bapenda, dan ada pula yang diserahkan melalui utusannya.














