PADANG, HARIANHALUAN.ID – Elemen koalisi masyarakat sipil Sumatra Barat (Sumbar) berharap penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rancangan Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW) bisa dilakukan secara terbuka, transparan, serta menutup ruang terjadinya manipulasi data yang akan berujung terhadap perampasan ruang hidup masyarakat pada masa yang akan datang. Pasalnya, ada sejumlah substansi muatan bermasalah yang tercantum dalam draf Ranperda RTRW Sumbar 2023-2043.
Dokumen awal penyusunan Ranperda RTRW, telah diserahkan Dinas Bina Marga Cipta Karya dan Tata Ruang (BMCKTR) Sumbar kepada Panitia Khusus (Pansus) DPRD Sumbar untuk dibahas sebelum dinyatakan sah menjadi Peraturan Daerah (Perda).
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Indira Suryani, menegaskan, Ranperda RTRW akan menentukan wajah zonasi peruntukan wilayah daratan dan perairan Sumbar selama 20 tahun ke depan. Agar pengesahan RTRW tidak menjadi petaka yang akan semakin menambah deretan panjang konflik agraria Sumbar. Dimana dokumen itu harus disusun dengan transparansi data yang clear serta melibatkan partisipasi aktif masyarakat terdampak.
“Penyusunan Ranperda RTRW juga tidak boleh dilakukan secara sembunyi-sembunyi serta memberikan ruang terhadap terjadinya praktik Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) dan ancaman kekerasan kepada rakyat pada masa yang akan datang,” ujarnya.
Untuk membuktikan itu semua berjalan, kata Indira, LBH Padang, Walhi Sumbar, dan elemen masyarakat sipil lainnya mendesak pihak terkait untuk segera membuka data dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang menjadi dasar terbitnya Ranperda RTRW kepada publik dan masyarakat terdampak.
“LBH Padang, Walhi Sumbar, dan koalisi masyarakat sipil perlu data itu untuk melihat secara komprehensif potensi titik konflik serta kerentanan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang bisa saja muncul setelah rancangan regulasi ini disahkan menjadi Perda,” ucapnya kepada Haluan Senin (11/12) lalu.














