“Pada saat rapat terakhir KSP Air Bangis, penetapan KSP ditetapkan 10 ribu hektar. Tapi didalam draft dokumen Ranperda RT-RW, kalau saya lihat hari ini seluruh Nagari yang ada di Air Bangis telah dijadikan sebagai KSP. Ini tentu berbahaya,” katanya,
Ia menilai, penetapan KSP di seluruh daerah di Nagari Air Bangis ini, sangatlah berbahaya. Apalagi sampai saat ini, Nagari Air Bangis masih menjadi salah satu titik konflik agraria terparah di Sumbar. Bahkan di daerah itu sampai kini, kata Tommy, konflik agraria sektor kehutanannya masih sangat parah. Masyarakat pun masih mengupayakan resolusi konflik serta, penyelesaian keterlanjuran penerbitan izin kebun sawit dalam kawasan hutan.
“Jadi, bagaimana ceritanya pemerintah bisa menetapkan KSP di seluruh kawasan Air Bangis. Sementara daerah itu masih dilanda konflik agraria yang sampai saat ini masih belum terselesaikan,” ungkap Tommy.
Secara kelembagaan, sambung Tommy, Walhi Sumbar juga menyoroti pengaturan wilayah perairan dan pesisir yang tercantum di dalam Ranperda RTRW Sumbar, ia menilai, sepertinya ada upaya untuk pembukaan aktivitas budidaya kerapu, udang, rumput laut, dan sebagainya yang massif di seluruh Kabupaten Kota di Sumbar.
“Persoalannya, saat ini saja pertumbuhan tambak-tambak udang ilegal sudah sangat mengkhawatirkan dan merusak sempadan pesisir kita. Tindakan pembukaan aktivitas budidaya udang, kerapu rumput laut di seluruh kabupaten/kota ini justru bertentangan dengan upaya reboisasi dan rehabilitasi sempadan pesisir yang telah kita galakkan,” ucapnya.
Selain menilai adanya sejumlah muatan substansi bermasalah di draft Ranperda RTRW Sumbar, Tommy juga menyinggung minimnya transparansi dan keterbukaan informasi publik di seputaran proses penyusunan dokumen yang akan menentukan wajah peruntukkan tata kelola wilayah Sumbar selama dua puluh tahun ke depan ini.














